Berputar mengelilingi dunia. Seakan dapat jatuh setiap saat, tapi kita terus melayang. Menyusuri tujuh lapisan langit, terus melayang sampai ke angkasa.
Huh! Betapa angkuhnya kalian! Tersenyum dan tertawa mengelilingi duniaku. Tak ada takutnya juga bersajak ketika menatap langsung sang surya. Kalian lah, para makhluk berkaki dua yang tidak jauh lebih cerdas dari seekor unggas namun ingin menjadi bagian dari kumpulan bintang.
Huh! Tak ada ruginya aku menangisi kalian. Hanya seonggok kemunafikan yang diagungkan. Betapa hidup sungguh harus saling menipu! Menipulah sesamamu kalau kau ingin tetap hidup! Menipulah sebanyak yang kau bisa agar kau tetap dipandang! Menipulah untuk dirimu sendiri agar kau dapat tersenyum!
Pada akhirnya, kau akan melihatku disini. Sedang duduk menatap langit dari luar jendelaku. Aku tak ingin keluar angkasa untuk menjadi bagian dari bintang. Aku tak sebodoh itu. Hanya dengan sentuhan jari dan jantung yang selalu berdenyut, aku akan menyiksa otakku. Menyiksanya hingga ia tak mampu lagi berpikir.
Dan aku akan memastikan, ketika hidupku menjadi sama tak berguna seperti kalian. Sama penipu seperti kalian, sama munafik seperti kalian. Sama rendah dan sama tak berharganya seperti kalian. Ketika aku hanya wanita tua gendut dengan pakaian tidur super besar yang duduk diatas sofa coklat yang busanya telah kempis, yang tangannya memegang sebungkus besar chitatos dan mejanya yang penuh dengan selai kacang-coklat, roti-rotian, minuman kaleng, dan makanan tak bergizi….
Ketika aku menjadi wanita tua yang memalukan dirinya sendiri dengan cara seperti itu sambil menonton sinetron Cinta Fitri season 2000, aku akan memastikan bahwa bintang-bintang dilangit itu telah kubuat jatuh ke bumi. Dan aku dapat menyentuhnya atau mungkin hanya menertawainya. Dan dengan melangkahkan kakiku beberapa meter dari pintu rumah aku dapat melihatnya bersimpuh di hadapanku.
Aku tahu aku bisa menjadi seperti mereka. Aku tahu aku bisa lebih kejam dari siapapun. Aku tahu, aku punya jarum yang dapat menyakiti siapapun. Aku tahu aku sedang menaruh dendam ketika menulis ini semua.
Aku tahu, aku bukan orang yang begitu saja membiarkan orang yang telah membuatku menangis semalaman hidup bahagia begitu saja. Ini adalah sebuah cerita di jaman purba. Aku hanya bagian dari spesimen homo erectus. Lihat aku, memandangmu seperti sushi yang menanti kumakan. Kita bukan singa lapar yang membuat aturan ‘siapa kuat, dia rajanya’. Ini adalah aturan mainnya, kau menusukkan jarum padaku, aku akan tusukkan sebuah pisau ditubuhmu, mungkin dua buah atau mungkin lebih. Kutusukkan bertubi hingga kau menangisi hidupmu yang penuh siksaan. Ingat, menyiksaku adalah kesalahan besar!
No comments:
Post a Comment