Pages

Blog Archive

Are you here because google didn't show you the right list from your keyword?

Wednesday, October 7, 2009

Laki-laki Kecil

ketika sebuah kehidupan tidak memiliki harga, apa kita akan tetap menjalaninya? melihat seorang bocah kecil duduk didepan teras circle K, matanya yang jelalatan kesana-kemari melihat lalu lalang orang berjalan cepat menghindari gerimis. aku tahu ia berharap hujan tidak turun malam ini. kaos abu-abu usang yang terlihat besar untuk ukuran tubuhnya itu terlalu tipis untuk melawan dinginnya kota Bandung. sedangkan aku masih menggerutu tentang betapa dinginnya malam ini meskipun jaket telah membungkus badan mungilku.
ia duduk beralaskan potongan kardus air mineral yang pinggirannya telah basah terkena cipratan air hujan. aku melangkah tergesa memasuki circle K. sekilas kutatap wajah kecilnya. tatapannya mengisyaratkan harapan. aku sibuk memilih kue kering untuk mengisi perutku yang sebenarnya kenyang...
akhirnya aku dan beberapa temanku memutuskan untuk duduk diteras circle K untuk menunggu hujan reda. berkali-kali aku menatap sepatu putihku yang kotor terkena cipratan air. lalu pandangan ini terjatuh padanya. pada si laki-laki kecil itu. ia menatapku. aku menatapnya lekat-lekat. menatap rambut hingga kakinya. kecil dan kotor. kutatap kakinya dengan beberapa luka, dengan alas sandal jepit hijau buruk rupa yang tak kalah kotornya dengan aspal jalanan. aku menangkap tatapannya mengisyaratkan sesuatu...
tak berapa lama, seorang anak laki-laki yang 2-3 tahun lebih tua darinya datang dengan membawa sebungkus nasi. anak itu memakannya bersama seorang tukang parkir dan seorang sebayanya. sedangkan seorang anak lagi dengan baju oranye hanya duduk menatap mereka bertiga makan. laki-laki kecil itu dan aku masih bertatapan. tak lama ia kemudian menunduk. aku kembali memasuki circle K, kuambil sebuah kue coklat dan kembali duduk di teras bersama teman-temanku. sekali lagi aku mencuri pandangan pada anak laki-laki itu. entah, aku tak bisa melepaskan pandanganku padanya. dan hati ini menjadi tak tenang ketika melihatnya menoleh, menatap tiga orang disebelahnya sedang berbagi nasi bungkus. ia tidak tahu aku sedang menatapnya. ia memegangi perutnya, lalu dengan tiba-tiba menatapku yang sedang terpaku. anak laki-laki itu menunduk malu. aku tahu ia sedang lapar. aku tahu hujan membuatnya tidak bisa mengamen. aku tahu ia sedang berharap...
kue coklat itu telah ditangannya. aku sangat berharap melihatnya memakan kue coklat itu. kuharap, setidaknya ia tidak kelaparan dalam dingin. lalu aku bertanya padanya, "kok nggak dimakan, dek?" lalu ia menatap kue didalam tas plastik putih itu. ia menepuk bungkus itu pelan, seperti memainkannya. ada cahaya dimatanya. ia tersenyum!
dengan tersipu malu ia menjawab, "nanti aja dirumah..." aku yang kemudian berkata lagi, "nggak apa-apa atuh, dimakan aja..."
kita tidak pernah bisa memilih siapa keluarga kita, dimana kita lahir, dan lingkungan seperti apa yang membesarkan kita... anak laki-laki itu menjawab pertanyaanku sekali lagi, "nanti aja dirumah, mau saya makan bareng mamah aja..." aku menanggapi kata-katanya dengan senyuman. hati ini teriris mendengarnya. anak laki-laki yang kedinginan dan kelaparan itu masih memikirkan mamanya. sedangkan aku yang bahkan hidup dengan serba ada dan berkecukupan, kadang tidak perduli. ketika aku dewasa, mama dan papa selalu bilang, tugas mama dan papa adalah membahagiakan aku dan abang. mengapa kata bahagia menjadi hal tersulit untuk mereka miliki? karena selama 20 tahun aku selalu merasa kekurangan. padahal semua yang aku mau bisa terwujud. semua yang aku mau bisa mereka berikan. semua keinginan tak terucap pun mereka hadirkan dalam hidupku. mengapa aku begitu sulit bersyukur? padahal aku tidak perlu mengamen untuk mendapatkan kue coklat atau bahkan mengemis...
aku harus bersyukur meskipun masalah yang menimpaku berat. aku bahagia punya mama dan papa serta abang yang sayang aku. mereka yang membiarkanku mewarnai hidup ini. mereka adalah rumah bagiku. tempatku berpulang dan menceritakan kisahku. tempatku berbagi. tempatku tertawa dan menangis. tempatku mendapatkan cinta yang sebenarnya. mereka adalah rumah yang tak akan tergantikan oleh siapapun...

pengamen ituh mengajariku sesuatu yg indah dan mahal ..

No comments:

Post a Comment