Pages

Blog Archive

Are you here because google didn't show you the right list from your keyword?

Thursday, November 15, 2007

Detik Untuk Mo...

Mo lagi-lagi telat masuk kelas. Padahal, ini waktunya matematika. Wajahnya seperti biasa, mirip orang bangun tidur. Sebenarnya sih, memang perawakan Mo seperti itu. Pak Joule, yang bernama besaran fisika itu, masih sibuk menjejalkan materi-materi macam eksponen dan teman-temannya. Rambut pak Joule sedikit botak, mungkin karena botak diusia tua. Wajahnya lucu. Pak Joule menghentikan kata-katanya beberapa detik untuk mempersilahkan Mo masuk kelas.
Aku hanya memandang dari kursiku. Dimataku Mo itu asyik, rapi, sulit menggambarkannya. Dia seperti banyak buku di Gramedia. Tertata rapi. Dia pasti punya seseorang yang juga memiliki ‘sesuatu’ yang tertata rapi. Beda denganku. Pastinya.
Banyak gambar-gambar Mo yang kusimpan dalam sebuah memori kecil. Ekspresinya saat masuk kelas, bengong, senyum, tertawa, mengerti akan suatu hal, atau hanya sosoknya dari belakang. Hanya itu. Kadang dibumbui sedikit obrolan dan canda. Mo baik. Setidaknya dia menghargai aku yang jelas dia tahu aku memiliki rasa suka padanya dari seseorang. Seseorang yang amaaaaaaaaaaaat baik pada Mo dan memberitahu rahasia ini. Tapi Mo tak pernah marah padaku.
Mo salah. Aku tahu dia ada niat untuk memperjelas suasana, maksudku, dia tak suka aku. Dan dia tak pernah mengatakannya. Karena memang seharusnya begitu. Dia tak perlu mengatakannya. Aku sadar aku tak mungkin bersamanya. Aku membuat rasa ini menjadi sebatas rasa kagum. Mungkin. Sifat Mo membuatku berubah. Aku tak suka dia tahu apa yang ada dalam hatiku. Mo terlalu manis untuk aku lupakan…
Kemarin aku melakukan kesalahan. Aku sadar, Mo dan aku akan segera berpisah. Namun yang aku lakukan selalu membuat kami makin jauh. Aku merasa malas sekali melihat Mo. Padahal, sebenarnya aku hanya tak mau menerima keadaan yang membuat aku tak bisa melihatnya lagi.
Ini hari terakhir sebelum aku berpisah dengan Mo dan teman-temanku yang lain. Apa yang aku mau mungkin hanya akan jadi keinginan selamanya. Mo pasti sadar tentang ini. Jika dia memang mengerti. Atau mungkin aku salah menganggap dia bukan orang yang cuek. Hhh… tenyata Mo benar-benar cuek!!
Aku ingin menghentikan ini, detik-detik saat aku bersamanya dalam satu ruang. Aku masih ingin tetap bingung tentangnya. Aku masih ingin tahu banyak tentangnya. Aku masih ingin tahu kesempatanku untuk meraih hatinya. Meskipun ini akan jadi akhir yang menyakitkan. Sesempurnanya Mo, dia hanyalah manusia biasa yang memiliki sikap dan perilaku normal. Ah,, aku berharap dia tak normal sehingga mau memilihku. Kenyataannya, Mo selalu mencari yang lebih baik dari waktu ke waktu. Mungkin waktu baikku dimatanya telah terlewat. Entahlah, meski aku –mungkin- lebih baik dimata Mo, toh suatu saat dia akan tetap meninggalkan aku dan mencari yang lebih baik.
Mo dan aku tertawa, bercanda, foto, saling pandang-aku yang lakukan itu-, akupun sempat mengerjainya… aku senang melakukannya. Sangat senang. Hingga waktuku berjalan keluar.
Aku melihat Mo yang sedang duduk diatas sepeda motornya. Mo sedang bersiap untuk pulang. Aku sempat menghembuskan nafas panjang, aku tak ingin terjadi. Terngiang bacaan puisi seorang teman, “bagaimana caramu mengucapkan selamat tinggal pada orang yang bukan milikmu??” aku tak pernah tahu jawabannya hingga aku lakukan itu pada Mo. Apa yang harus aku ucapkan padanya?? Dan aku melangkah melewatinya. Aku berjalan hingga aku berhenti dan menoleh kebelakang. Aku tak berani lakukan itu, bahkan hanya untuk tersenyum. Aku melihat Mo dari tempatku. Hanya itu yang aku lakukan. Aku tak ingin semua ini berakhir begini. Aku tak ingin hanya ini!!
Mo, aku tak sempat ucapkan “selamat tinggal…”. Bukan, bukan tak sempat. Aku memang tak mau lakukan ini. Aku percaya Mo dan aku akan bertemu lagi. Dan aku tak mau malam ini menjadi perpisahan untukku dan dia… .
Besok, lusa, minggu depan, bulan depan, atau kapanpun itu. Percayalah, aku akan bertemu dengannya… .
Detikku kali ini untukmu, Mo…

No comments:

Post a Comment