Pages

Blog Archive

Are you here because google didn't show you the right list from your keyword?

Wednesday, December 29, 2010

Seandainya

kadang, aku butuh untuk memahami.
kadang, aku butuh untuk berbicara.
kadang, aku butuh untuk didengar.
kadang, aku butuh untuk menuliskannya...

setelah sekian kali mencoba meremehkan, akhirnya aku tetap luluh. menyadari hubunganku yang tak lagi terselamatkan.

akhir-akhir ini sering aku menutup diri, mencoba mengalihkan topik ketika ada yang bertanya mengenai kehidupan cintaku. hah, kedengaran aneh ketika aku menyebutnya. sudah sekian lama, mulai aku masih tinggal di Bandung hingga resmi nomaden ini aku menjalin hubungan dengan seseorang.

sebut saja namanya Ded. Ded adalah tipikal laki-laki berpemikiran matang. memiliki pekerjaan tetap. sedikit pendiam. baik hati. lemah lembut. Ded juga terkenal sebagai anak yang patuh terhadap orang tuanya.

berawal dari sebuah persahabatan yang awalnya tidak pernah terpikir untuk menjalin hubungan lebih malah membuat aku kaget menerimanya. ya, dia menyatakan perasaannya padaku. sebuah perjalanan cinta klasik yang bisa terbaca oleh penonton.

banyak perbedaan diantara kami tidak membuat ini berakhir. budaya, agama, dan sifat yang jauh berbeda tidak menyurutkan keinginan kami. jujur, aku bangga bisa bersamanya. ia adalah contoh pria yang mempersiapkan diri untuk bertanggung jawab pada keluarga kecilnya nanti. kadang aku kagum mendengar celotehannya tentang masa depan, tentang mimpi, dan cita-cita. Ded memang jauh lebih dewasa ketimbang aku.

semua pun berjalan seperti biasanya. hingga suatu hari aku kembali padanya, aku pulang ke Surabaya. bukan hal yang mudah memang membiasakan diri untuk saling berdekatan di satu kota. keadaan aku di Bandung dan dia di Surabaya kadang membuatku merasa LDR kami adalah LDR yang sehat, kami tak pernah sekalipun berantem. kesibukannya akan pekerjaan dan kesibukanku pada skripsi bercampur dengan komunikasi yang seadanya ditambah bumbu saling percaya.

ternyata, semua tidak berjalan semudah yang aku kira. pekerjaanku yang tak mengenal waktu dan kehidupannya yang serba teratur membuat kami jarang sekali bertemu. sifatku yang cuek dan kebiasaannya yang tak bisa sendiri membuatnya mulai membuka hati.
banyak hal yang membuat aku merasa menjadi gadis bodoh, meninggalkan pasangan yang dianggap banyak perempuan lain sebagai laki-laki perfect. ketahuilah aku berusaha. aku mencoba memahaminya. aku ingin bisa mengerti. namun kini semua semakin terbaca.

ia adalah buku dongeng yang disimpan dalam peti kayu bergembok hitam yang tertimbun jauh didalam tanah.

aku bukan gadis kejam yang membiarkan perasaan kekasihku luntang-lantung. kami ini seperti korek api kayu dan kotaknya, kami tak akan bisa menyalakan api jika tidak memaksa diri untuk saling mengenal. sampai kini ia masih Ded yang asing, yang masih membatasi diri. dan aku masih diam, menunggunya menerimaku. ya, aku merasa ia tidak benar-benar ingin menyelami hatiku, namun aku ingin ia melakukannya. kami ini adalah pasangan korek api kayu dan kotak korek api yang terpisah.
aku menunggunya sekian lama. aku tersenyum meski akhirnya lelah. keyakinanku semakin kuat, menggoyahkan kepercayaanku padanya. lalu aku sadar, bukan aku. perempuan itu bukan aku!
suatu pagi aku menyadari, dia sudah pergi tanpa mengucap perpisahan. kami masih membahas tentang masa depan, mimpi, dan cita-cita dengan senyuman. ia Ded. Ded yang masih menebar senyum. Ded yang masih bersemangat menggapai keinginannya. Ded yang seringkali menjadi misterius. Ded yang telah berpaling.

waktu sedihku kusumbangkan kepada jam kerja. kerja yang membuatku belajar melupakannya. kerja yang akan membukakan jalanku yang lebih baik dari ini.

maaf. namun jauh sebelum dia pergi meninggalkan aku. dilubuk hatiku, aku telah merelakannya...

No comments:

Post a Comment